Minggu, 06 Januari 2019

SOSOK SEMPURNA


'SOSOK SEMPURNA'
‘’Sosok wanita tangguh paruh baya dengan ikhlas menggerakkan seluruh tenaganya tanpa belas kasih. Kasih sayangnya tanpa batas seperti butiran pasir di dasar samudera. Tak terhitung berapa jumlahnya. Hatinya setegar batu karang yang terhempas jutaan kali oleh derasnya ombak di lautan’’.
Siapakah sosok sempurna tersebut? Ya, dialah ibu. Wanita yang telah mengandung dan melahirkan kita dengan seluruh tenaga yang dimilikinya.  Berjuang dengan mempertaruhkan nyawa. Menjaga kita agar tetap hidup dalam kandungannya selama kurang lebih sembilan bulan lamanya. Dari rahim ibulah, kita mengenal dunia. Melihat betapa silaunya cahaya sinar matahari di luar sana. Melihat keindahan alam semesta bukti dari kuasa Sang Pencipta.
Apakah perjuangannya berhenti sampai di situ? Tentu tidak. Saat kita terlahir di dunia, ibu menjadi orang yang selalu siap menjaga kita. Bahkan di titik terlemah kita. Saat kita kecil, kita hanya dapat merangkak. Berjalan kita goyah. Berlari hanya melukai diri. Namun, ibu dengan segenap kesabarannya membangunkan kita yang terjatuh saat belajar berdiri.
Dengan penuh hati-hati, ibu membantu kita mengucap kata demi kata. Mengeja setiap deretan kata yang terlontar dari mulutnya untuk kita ikuti. Saat lidah kita tak mampu menjangkau kata tersebut, ibu hanya tersenyum dan mengulangnya dari awal. Ibu memberi semangat saat kita mulai menyerah. Tak jemu-jemu memberikan nasihat dengan penuh cinta dan semangat yang menguatkan.
Saat menginjak bangku sekolah, ibu dengan sigap menyiapkan segala perlengkapan kita. Bangun pagi demi memasak bekal untuk dibawa ke sekolah. Menyetrika seragam dan menyiapkan kaus kaki kita.  Mengantarkan dan menjemput kita di sekolah. Memastikan bahwa kita selamat sampai rumah.
Baginya, kebahagiaan anak adalah segalanya. Sosok yang selalu disebut dalam setiap doanya adalah anaknya. Ibu berjuang demi memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bekerja siang malam agar anaknya dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Mencari sesuap nasi agar anaknya tumbuh dengan sehat. Namun, sadar atau tidak sadar, perlakuan kita terkadang melukai perasaannya. Hatinya mungkin menangis, namun tidak pernah ia berniat untuk menunjukkan itu semua di depan anaknya.
Apa yang kalian rasakan saat melihat helai per helai rambut ibu kita memutih setiap hari? Wajah yang semakin keriput? Kulit yang semakin kusut? Adakah kalian mulai jijik dan ingin menjauhinya? Seburuk apapun kondisi kita, ibu selalu menerima. Dengan senang hati merangkul kita yang terluka karena disakiti oleh orang lain. Memaafkan segala perkataan kita yang menyakitkan.
Ibu, sosoknya kian melekat dalam hati dan tak akan terganti. Senyum yang tersungging bagaikan air di gurun pasir saat musim kemarau berkepanjangan. Matanya adalah pancaran sinar yang menerangkan setiap langkah kita. Sosoknya seakan menjadi lilin yang akan terus menyala dalam hidup kita.
Tidak ada yang dapat mencintai kita semulia ibu mencintai seorang anaknya. Ibu, bukan sekadar wanita yang layak dikagumi. Namun, seorang wanita yang bisa mengagumi kita apa adanya. Ibu, sosok yang paling dekat dengan kita, sebab letaknya ada di dalam hati kita.
Ibu, terima kasih atas segala waktu yang terlewati. Terima kasih atas segala keringat yang bercucuran, saat kau rawat tubuh ini. Ibu, aku mencintaimu, dari dulu, kini, dan nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar