'SOSOK SEMPURNA'
‘’Sosok wanita tangguh
paruh baya dengan ikhlas menggerakkan seluruh tenaganya tanpa belas kasih.
Kasih sayangnya tanpa batas seperti butiran pasir di dasar samudera. Tak
terhitung berapa jumlahnya. Hatinya setegar batu karang yang terhempas jutaan
kali oleh derasnya ombak di lautan’’.
Siapakah sosok sempurna
tersebut? Ya, dialah ibu. Wanita yang telah mengandung dan melahirkan kita
dengan seluruh tenaga yang dimilikinya.
Berjuang dengan mempertaruhkan nyawa. Menjaga kita agar tetap hidup
dalam kandungannya selama kurang lebih sembilan bulan lamanya. Dari rahim
ibulah, kita mengenal dunia. Melihat betapa silaunya cahaya sinar matahari di
luar sana. Melihat keindahan alam semesta bukti dari kuasa Sang Pencipta.
Apakah perjuangannya berhenti
sampai di situ? Tentu tidak. Saat kita terlahir di dunia, ibu menjadi orang
yang selalu siap menjaga kita. Bahkan di titik terlemah kita. Saat kita kecil,
kita hanya dapat merangkak. Berjalan kita goyah. Berlari hanya melukai diri.
Namun, ibu dengan segenap kesabarannya membangunkan kita yang terjatuh saat
belajar berdiri.
Dengan penuh hati-hati,
ibu membantu kita mengucap kata demi kata. Mengeja setiap deretan kata yang
terlontar dari mulutnya untuk kita ikuti. Saat lidah kita tak mampu menjangkau
kata tersebut, ibu hanya tersenyum dan mengulangnya dari awal. Ibu memberi
semangat saat kita mulai menyerah. Tak jemu-jemu memberikan nasihat dengan
penuh cinta dan semangat yang menguatkan.
Saat menginjak bangku
sekolah, ibu dengan sigap menyiapkan segala perlengkapan kita. Bangun pagi demi
memasak bekal untuk dibawa ke sekolah. Menyetrika seragam dan menyiapkan kaus
kaki kita. Mengantarkan dan menjemput
kita di sekolah. Memastikan bahwa kita selamat sampai rumah.
Baginya, kebahagiaan
anak adalah segalanya. Sosok yang selalu disebut dalam setiap doanya adalah
anaknya. Ibu berjuang demi memberikan yang terbaik untuk anaknya. Bekerja siang
malam agar anaknya dapat mengenyam pendidikan setinggi-tingginya. Mencari
sesuap nasi agar anaknya tumbuh dengan sehat. Namun, sadar atau tidak sadar,
perlakuan kita terkadang melukai perasaannya. Hatinya mungkin menangis, namun
tidak pernah ia berniat untuk menunjukkan itu semua di depan anaknya.
Apa yang kalian rasakan
saat melihat helai per helai rambut ibu kita memutih setiap hari? Wajah yang
semakin keriput? Kulit yang semakin kusut? Adakah kalian mulai jijik dan ingin
menjauhinya? Seburuk apapun kondisi kita, ibu selalu menerima. Dengan senang
hati merangkul kita yang terluka karena disakiti oleh orang lain. Memaafkan segala
perkataan kita yang menyakitkan.
Ibu, sosoknya kian
melekat dalam hati dan tak akan terganti. Senyum yang tersungging bagaikan air
di gurun pasir saat musim kemarau berkepanjangan. Matanya adalah pancaran sinar
yang menerangkan setiap langkah kita. Sosoknya seakan menjadi lilin yang akan
terus menyala dalam hidup kita.
Tidak ada yang dapat
mencintai kita semulia ibu mencintai seorang anaknya. Ibu, bukan sekadar wanita
yang layak dikagumi. Namun, seorang wanita yang bisa mengagumi kita apa adanya.
Ibu, sosok yang paling dekat dengan kita, sebab letaknya ada di dalam hati
kita.
Ibu, terima kasih atas
segala waktu yang terlewati. Terima kasih atas segala keringat yang bercucuran,
saat kau rawat tubuh ini. Ibu, aku mencintaimu, dari dulu, kini, dan nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar